وَلْتَكُن مِّنكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنكَرِ ۚ وَأُولَـٰئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
Artinya : “Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebaikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang mungkar; merekalah orang-orang yang beruntung.”
Ibnu Abbas radhiyallahu anhu menafsirkan kata ummatin dengan arti jama’ah, sehingga untuk mengamalkan atau mewujudkan isi ayat ini telah diperintah oleh Allah subhanahu wata’ala suatu jama’ah dari kaum muslimin, agar dibentuk jama’ah dakwah. Jika dakwah dilaksanakan secara sendiri-sendiri, maka ummat tidak kenal kehebatan Allah, tetapi kenal akan kehebatan orang yang berdakwah. Jadi ajakan walaupun terlihat berbicara kebesaran Allah, tetapi hasil pendengar akan mengagumi yang bicara. Karenanya dakwah secara infiradi/sendiri-sendiri/perorangan pada hakekatnya mengajak orang pada diri sendiri.
Contohnya Meiji Mehrob, Masyaikh Pakistan (almarhum), pernah berkata kepada orang-orang ketika di jalan Allah, “Kalian tahu di Nizzammuddin itu ada seorang wali, kalian datang kesana dan minta doa kepada dia.” Ini karena di daerah tersebut pengkultusan terhadap seorang wali untuk minta air agar di doakan dan diberi kesembuhan dan keberkahan suatu hal yang biasa. Singkat cerita puluhan orang tertaskyl untuk datang ke markaz Nizzammuddin bertemu Syaikh Ilyas. Sampai di Nizammuddin, melihat orang-orang datang, yang dipikir Syaikh Ilyas untuk berangkat fissabillillah. Ternyata setelah ditafakkud oleh Syaikh Ilyas, para tasykilan Meiji Mehrob ini hanya terseyum dan tertawa kecil saja, karena tujuan mereka datang untuk minta doa saja kepada Syaikh Ilyas. Mendengar hal ini seperti Maulana Ilyas marah lalu memanggil Meiji Mehrob. Syaikh Ilyas berkata kepada Meiji Mehrob, “Kamu ini telah merusak kerja dakwah pada hari ini, kamu telah mengarahkan mahluk kepada mahluk.” Jadi arahkan orang-orang ini kepada kerja bukan kepada pribadi-pribadi. Contoh : “Mari pak kita ke Banjarmasin, disana ada ustadz Luthfi, itu pembesar dakwah.” Atau “Mari pak kita ke temboro, disana ada Kyai Udzairon, itu pembesar dakwah”. Ini yang mentaskyl orang dengan cara seperti ini adalah pengrusak-pengrusak dakwah.
Kekuatan ijtima’i amal adalah satu kerja, satu fikir dan satu hati. Jika pada ummat sudah jadi satu dalam tiga perkara tersebut di seluruh dunia, barulah dinamakan JAMA’AH, dan tidak dibatasi wilayah territorial, tidak dibatasi majelis ta’lim, ataupun tidak dibatasi suatu organisasi atau yayasan. Jika hal ini sudah terjadi yaitu ummat di seluruh dunia sudah ada kerja dakwah dengan satu kerja, satu fikir dan satu hati, maka berlaku yadullah ma’al jama’ah artinya tangan/pertolongan Allah bersama jama’ah.
ثُمَّ أَوْرَثْنَا الْكِتَابَ الَّذِينَ اصْطَفَيْنَا مِنْ عِبَادِنَا ۖ فَمِنْهُمْ ظَالِمٌ لِّنَفْسِهِ وَمِنْهُم مُّقْتَصِدٌ وَمِنْهُمْ سَابِقٌ بِالْخَيْرَاتِ بِإِذْنِ اللَّهِ ۚ ذَٰلِكَ هُوَ الْفَضْلُ الْكَبِيرُ
Artinya : “Kemudian Kitab itu Kami wariskan kepada orang-orang yang Kami pilih di antara hamba-hamba Kami, lalu di antara mereka ada yang menganiaya diri mereka sendiri dan di antara mereka ada yang pertengahan dan di antara mereka ada (pula) yang lebih dahulu berbuat kebaikan dengan izin Allah. Yang demikian itu adalah karunia yang amat besar.” (QS Fathir 32)
Dalam ayat ini Allah menyebutkan bahwa pewaris kitab ummat ini ada tiga yaitu :
1. Orang dhalim, pencuri, penzina, penipu, koruptor, preman dan sebagainya
2. Orang yang pertengahan adalah kadang-kadang baik kadang kadang jahat
3. Orang yang bersegera dalam kebaikan, seperti para ulama dan orang shaleh
Yang semuanya bersatu membuat suatu kerja dakwah berjama’ah ke seluruh alam. Tidak heran kalau suatu saat mantan preman atau koruptor menjadi peng-ishlah/memperbaiki orang lain. Misalnya diantara jama’ah ada mantan preman, kemudian datang bersilaturrahim kepada orang yang dianggap sebagai ustadz. Dan kita telah banyak mengetahui ketika usaha dakwah dikerjakan dengan ijtima’i berapa banyak perbaikan-perbaikan dalam ummat Islam?
Dakwah yang dilakukan dengan berjama’ah bukan menyamakan semua orang menjadi satu model, misalnya ulama’ semuanya atau ustadz semuanya. Tidak ! Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam diutus oleh Allah subhanahu wa ta’ala untuk seluruh manusia tanpa mengenal tingkatan dan jabatan. Pada zaman sahabatpun tidak semua sahabat merupakan orang alim. Imam Ghazali rahimahullah menulis dalam salah satu kitab karangannya bahwa diantara 124.000 sahabat yang ulama’nya hanya 2000 – 3000 orang saja. Hal ini diketahui dari nama-nama sahabat yang dikenal meriwayatkan hadits/termasuk sanad hadits dan mungkin juga menjadi pimpinan/utusan dakwah yang diutus oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Yang lainnya orang biasa tetapi semuanya bersama-sama/berjamaah membuat kerja dakwah yang dibentuk oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Walaupun tidak semua sahabat dikenal sebagai ulama’ tetapi mereka semuanya mengenal kepada Allah subhanahu wa ta’ala, sehingga semuanya mendapat ridha dari Allah subhanahu wa ta’ala. Inilah keagungan usaha dakwah ummat akhir zaman. Para sahabat umumnya adalah orang yang hidup di zaman jahiliyah dimana sebagian besar merupakan penjahat yang membawa dosa besar. Setelah mereka masuk Islam, semuanya disibukkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dengan kerja dakwah berjama’ah. Mesin dakwah yang dibuat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam diibaratkan seperti ember cucian yang siapa saja masuk ke dalamnya buat kerja dakwah akan berubah menjadi bersih. Sebagaimana orang yang mencuci pakaian maka selain pakaiannya bersih tangannya otomatis akan bersih.
Ummat Islam ini di ibaratkan pula oleh ulama adalah seperti air. Air ini jika ia mengalir atau bergerak maka air ini adalah suci dan mensucikan. Jika aliran sungai ini melewati kotoran-kotoran dipinggiran sungai, maka pinggiran sungaipun akan terbersihkan dari kotoran. Tetapi jika air ini tidak bergerak seperti air yang ada dikubangan, maka air yang seperti ini akan membawa banyak masalah, seperti menjadi tempat najis, banyak kotoran, sarang penyakit, tidak bersih, tidak sehat, dan tidak bisa mensucikan. Semua kotoran menumpuk di air kubangan, atau di air yang tidak bergerak, berbeda dengan air yang bergerak atau mengalir. Jadi kalau ummat islam ini tidak bergerak, maka masalah akan banyak timbul dan ummat akan menjadi sarang kotoran sebagaimana air yang tidak bergerak yaitu menjadi air yang membawa masalah. Selama Ummat Islam dalam keadaan bergerak, berdakwah fissabillillah, maka Allah akan selesaikan semua masalah. Allah akan tolong ummat ini dan Allah akan ciutkan hati orang kafir terhadap ummat Islam. Dan Allah akan bersihkan kotoran-kotoran yang ada dalam hati ummat islam. Atas perkara inilah kita perlu membawa ummat ini untuk bergerak, pergi dijalan Allah untuk berdakwah. Inilah pergerakan memperbaiki ummat dalam Dakwah dan Tabligh, yaitu dengan mengirimkan rombongan dakwah pergi bergerak dijalan Allah dan memakmurkan mesjid Allah dengan amal-amal agama.
Jadi kerja dakwah yang dibuat ummat ini pertama kali untuk mengishlahkan dirinya sendiri. Kemudian setelah ishlah diri istiqamah maka secara perlahan tapi pasti akan berubah menjadi shaleh. Semua perbuatannya diupayakan sesuai contoh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Mulailah amal perbuatannya dari makan minum, pakaian, tidur, berjalan dan lainnya, yang asal hukumnya mubah menjadi bernilai ibadah disisi Allah subhanahu wa ta’ala. Shalat mulai tertib seperti cara Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, dan mulai belajar ikram kepada orang lain. Jika kerja dakwah terus dilakukan, maka akan naik menjadi muslih, yaitu tidak semata-mata memperbaiki dairi tetapi mulai mengajak orang lain agar memperbaiki dirinya. Setelah mempunyai sifat muslih barulah nushratullah/pertolongan Allah akan datang pada ummat Islam.