Sabtu, 14 Mei 2011

Perintah Dakwah Berjama’ah.



وَلْتَكُن مِّنكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنكَرِ ۚ وَأُولَـٰئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
Artinya : Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebaikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang mungkar; merekalah orang-orang yang beruntung.
Ibnu Abbas radhiyallahu anhu menafsirkan kata ummatin dengan arti jama’ah, sehingga untuk mengamalkan atau mewujudkan isi ayat ini telah diperintah oleh Allah subhanahu wata’ala suatu jama’ah dari kaum muslimin, agar dibentuk jama’ah dakwah. Jika dakwah dilaksanakan secara sendiri-sendiri, maka ummat tidak kenal kehebatan Allah, tetapi kenal akan kehebatan orang yang berdakwah. Jadi ajakan walaupun terlihat berbicara kebesaran Allah, tetapi hasil pendengar akan mengagumi yang bicara. Karenanya dakwah secara infiradi/sendiri-sendiri/perorangan pada hakekatnya mengajak orang pada diri sendiri.

Contohnya Meiji Mehrob, Masyaikh Pakistan (almarhum), pernah berkata kepada orang-orang ketika di jalan Allah, “Kalian tahu di Nizzammuddin itu ada seorang wali, kalian datang kesana dan minta doa kepada dia.” Ini karena di daerah tersebut pengkultusan terhadap seorang wali untuk minta air agar di doakan dan diberi kesembuhan dan keberkahan suatu hal yang biasa. Singkat cerita puluhan orang tertaskyl untuk datang ke markaz Nizzammuddin bertemu Syaikh Ilyas. Sampai di Nizammuddin, melihat orang-orang datang, yang dipikir Syaikh Ilyas untuk berangkat fissabillillah. Ternyata setelah ditafakkud oleh Syaikh Ilyas, para tasykilan Meiji Mehrob ini hanya terseyum dan tertawa kecil saja, karena tujuan mereka datang untuk minta doa saja kepada Syaikh Ilyas. Mendengar hal ini seperti Maulana Ilyas marah lalu memanggil Meiji Mehrob. Syaikh Ilyas berkata kepada Meiji Mehrob, “Kamu ini telah merusak kerja dakwah pada hari ini, kamu telah mengarahkan mahluk kepada mahluk.” Jadi arahkan orang-orang ini kepada kerja bukan kepada pribadi-pribadi. Contoh : “Mari pak kita ke Banjarmasin, disana ada ustadz Luthfi, itu pembesar dakwah.” Atau “Mari pak kita ke temboro, disana ada Kyai Udzairon, itu pembesar dakwah”. Ini yang mentaskyl orang dengan cara seperti ini adalah pengrusak-pengrusak dakwah.
Kekuatan ijtima’i amal adalah satu kerja, satu fikir dan satu hati. Jika pada ummat sudah jadi satu dalam tiga perkara tersebut di seluruh dunia, barulah dinamakan JAMA’AH, dan tidak dibatasi wilayah territorial, tidak dibatasi majelis ta’lim, ataupun tidak dibatasi suatu organisasi atau yayasan. Jika hal ini sudah terjadi yaitu ummat di seluruh dunia sudah ada kerja dakwah dengan satu kerja, satu fikir dan satu hati, maka berlaku yadullah ma’al jama’ah  artinya tangan/pertolongan Allah bersama jama’ah.



ثُمَّ أَوْرَثْنَا الْكِتَابَ الَّذِينَ اصْطَفَيْنَا مِنْ عِبَادِنَا ۖ فَمِنْهُمْ ظَالِمٌ لِّنَفْسِهِ وَمِنْهُم مُّقْتَصِدٌ وَمِنْهُمْ سَابِقٌ بِالْخَيْرَاتِ بِإِذْنِ اللَّهِ ۚ ذَ‌ٰلِكَ هُوَ الْفَضْلُ الْكَبِيرُ
Artinya : Kemudian Kitab itu Kami wariskan kepada orang-orang yang Kami pilih di antara hamba-hamba Kami, lalu di antara mereka ada yang menganiaya diri mereka sendiri dan di antara mereka ada yang pertengahan dan di antara mereka ada (pula) yang lebih dahulu berbuat kebaikan dengan izin Allah. Yang demikian itu adalah karunia yang amat besar.(QS Fathir 32)
Dalam ayat ini Allah menyebutkan bahwa pewaris kitab ummat ini ada tiga yaitu :
1.       Orang dhalim, pencuri, penzina, penipu, koruptor, preman dan sebagainya
2.       Orang yang pertengahan adalah kadang-kadang baik kadang kadang jahat
3.       Orang yang bersegera dalam kebaikan, seperti para ulama dan orang shaleh
Yang semuanya bersatu membuat suatu kerja dakwah berjama’ah ke seluruh alam. Tidak heran kalau suatu saat mantan preman atau koruptor menjadi peng-ishlah/memperbaiki orang lain. Misalnya diantara jama’ah ada mantan preman, kemudian datang bersilaturrahim kepada orang yang dianggap sebagai ustadz. Dan kita telah banyak mengetahui ketika usaha dakwah dikerjakan dengan ijtima’i berapa banyak perbaikan-perbaikan dalam ummat Islam?
Dakwah yang dilakukan dengan berjama’ah bukan menyamakan semua orang menjadi satu model, misalnya ulama’ semuanya atau ustadz semuanya. Tidak ! Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam diutus oleh Allah subhanahu wa ta’ala untuk seluruh manusia tanpa mengenal tingkatan dan jabatan. Pada zaman sahabatpun tidak semua sahabat merupakan orang alim. Imam Ghazali rahimahullah menulis dalam salah satu kitab karangannya bahwa diantara 124.000 sahabat yang ulama’nya hanya 2000 – 3000 orang saja. Hal ini diketahui dari nama-nama sahabat yang dikenal meriwayatkan hadits/termasuk sanad hadits dan mungkin juga menjadi pimpinan/utusan dakwah yang diutus oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Yang lainnya orang biasa tetapi semuanya bersama-sama/berjamaah membuat kerja dakwah yang dibentuk oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Walaupun tidak semua sahabat dikenal sebagai ulama’ tetapi mereka semuanya mengenal kepada Allah subhanahu wa ta’ala, sehingga semuanya mendapat ridha dari Allah subhanahu wa ta’ala. Inilah keagungan usaha dakwah ummat akhir zaman.  Para sahabat umumnya adalah orang yang hidup di zaman jahiliyah dimana sebagian besar merupakan penjahat yang membawa dosa besar. Setelah mereka masuk Islam, semuanya disibukkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dengan kerja dakwah berjama’ah. Mesin dakwah yang dibuat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam diibaratkan seperti ember cucian yang siapa saja masuk ke dalamnya buat kerja dakwah akan berubah menjadi bersih. Sebagaimana orang yang mencuci pakaian maka selain pakaiannya bersih tangannya otomatis akan bersih.

Ummat Islam ini di ibaratkan pula oleh ulama adalah seperti air. Air ini jika ia mengalir atau bergerak maka air ini adalah suci dan mensucikan. Jika aliran sungai ini melewati kotoran-kotoran dipinggiran sungai, maka pinggiran sungaipun akan terbersihkan dari kotoran. Tetapi jika air ini tidak bergerak seperti air yang ada dikubangan, maka air yang seperti ini akan membawa banyak masalah, seperti menjadi tempat najis, banyak kotoran, sarang penyakit, tidak bersih, tidak sehat, dan tidak bisa mensucikan. Semua kotoran menumpuk di air kubangan, atau di air yang tidak bergerak, berbeda dengan air yang bergerak atau mengalir. Jadi kalau ummat islam ini tidak bergerak, maka masalah akan banyak timbul  dan ummat akan menjadi sarang kotoran sebagaimana air yang tidak bergerak yaitu menjadi air yang membawa masalah. Selama Ummat Islam dalam keadaan bergerak, berdakwah fissabillillah, maka Allah akan selesaikan semua masalah. Allah akan tolong ummat ini dan Allah akan ciutkan hati orang kafir terhadap ummat Islam. Dan Allah akan bersihkan kotoran-kotoran yang ada dalam hati ummat islam. Atas perkara inilah kita perlu membawa ummat ini untuk bergerak, pergi dijalan Allah untuk berdakwah. Inilah pergerakan memperbaiki ummat dalam Dakwah dan Tabligh, yaitu dengan mengirimkan rombongan dakwah pergi bergerak dijalan Allah dan memakmurkan mesjid Allah dengan amal-amal agama.

Jadi kerja dakwah yang dibuat ummat ini pertama kali untuk mengishlahkan dirinya sendiri. Kemudian setelah ishlah diri istiqamah maka secara perlahan tapi pasti akan berubah menjadi shaleh. Semua perbuatannya diupayakan sesuai contoh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Mulailah amal perbuatannya dari makan minum, pakaian, tidur, berjalan dan lainnya, yang asal hukumnya mubah menjadi bernilai ibadah disisi Allah subhanahu wa ta’ala. Shalat mulai tertib seperti cara Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, dan mulai belajar ikram kepada orang lain. Jika kerja dakwah terus dilakukan, maka akan naik menjadi muslih, yaitu tidak semata-mata memperbaiki dairi tetapi mulai mengajak orang lain agar memperbaiki dirinya. Setelah mempunyai sifat muslih barulah nushratullah/pertolongan Allah akan datang pada ummat Islam.


Minggu, 08 Mei 2011

Istiqamah Ummat Akhir Zaman sebagaimana Diperintah

Sahabat berkata kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, “Ya Rasulullah, engkau telah beruban?” Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab, “Ya aku tua karena Surat Hud. Masyaikh membertahu isi Surat Hud yang menjadikan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam beruban adalah :
فَاسْتَقِمْ كَمَا أُمِرْتَ وَمَن تَابَ مَعَكَ وَلَا تَطْغَوْا ۚ إِنَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ
Artinya : “Maka tetaplah kamu pada jalan yang benar (istiqamah), sebagaimana diperintahkan kepadamu dan (juga) orang yang telah taubat beserta kamu dan janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya Dia Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.” (QS Hud : 112)
Allah menghendaki istiqamahnya Nabi dan ummatnya kepada apa yang menjadi perintahNya, bukan sekehendak kita. Ayat ini tidak berbunyi :
فَاسْتَقِمْ كَمَا شِئْتَ....
Artinya : “Maka istiqamahlah sebagaimana engkau suka………….
Ada orang yang berdakwah sesuai jadwal atau panggilan ceramah agama/siraman rohani atau karena ada pemurtadan, bencana alam, ada pendhaliman baru dibentuk laskar jihad dan sebagainya, maka bukan seperti ini yang diperintahkan oleh Allah subhanahu wa ta’ala. Ini maknanya bukan istiqamah sebagaimana yang diperintah, tetapi sesuai dengan kebutuhan dan kesukaan. Istiqamah sebagaimana yang diperintah adalah dakwah atau usaha agama menuntut untuk terus dikerjakan hari demi hari tanpa henti karena semata-mata perintah dari Allah subhanahu wa ta’ala. Sebagaimana Nabi juga diperintah dalam QS Al Muzzammil, ayat 7 :
إِنَّ لَكَ فِي النَّهَارِ سَبْحًا طَوِيلًا
Artinya : “Sesungguhnya kamu pada siang hari mempunyai urusan (berenang) yang panjang (banyak)”.
Di sini ada kata سَبْحًا yang kata dasarnya artinya berenang bukan berjalan, dimana maksudnya bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam diibaratkan berenang di tengah-tengah manusia dan tidak boleh berhenti. Seorang yang sedang berenang kemudian berhenti berenang (diam saja), niscaya akan tenggelam dan membahayakan dirinya. Seorang yang berhenti usaha dakwah atau sewaktu-waktu dakwah kalau ada panggilan atau tidak bergerak istiqamah dalam usaha dakwah atau dakwah menurut seleranya sendiri atau kalau ingin saya berdakwah, maka ini bukan seperti yang diperintah oleh Allah. Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam setelah diangkat menjadi Rasul atau utusan, dengan turunnya QS Al Muddatstsir, ayat 1-3 :
يَا أَيُّهَا الْمُدَّثِّرُ قُمْ فَأَنذِرْ وَرَبَّكَ فَكَبِّرْ
Maka beliau shallallahu ‘alaihi wasallam  berkata kepada istrinya :
لاَرَيْحَتَ بَعْدَ الْيَوْمِ
Artinya : “Tidak ada istirahat lagi setelah hari ini….”
Jadi dikatakan istiqamah dalam dakwah, yaitu terus berdakwah dan selalu meningkatkan pengorbanan dalam dakwah. Apakah di suatu kampung ada pemurtadan, ada bencana alam dan sebagainya, tetap dibuat dakwah karena di satu pihak melaksanakan perintah Allah dan pihak yang lain menunaikan hak sesama muslim, yaitu saling menasihati untuk meningkatkan keimanan dan amal shalih dan menunaikan hak sesama manusia mengajak kepada Islam.
Kenapa Orang Indonesia Sulit Istiqamah?

Syaikh Khalid mengatakan Orang Indonesia sulit istiqamah karena negeri ini banyak bergantung kepada air (dikelilingi air), dimana sifat air adalah mudah ikut bentuk. Lihatlah kalau air dimasukkan ke wadah yang bundar, maka ikut bentuk bundar, dimasukkan dalam tempat yang kotak juga mengikuti tempatnya. Makanya orang Indonesia selalu ikut suasana dan keadaan yang sedang berlaku. Lihatlah di Markaz Pakistan banyak para mukimin orang markaz adalah orang-orang tua, semakin tua semakin istiqamah dan semakin menghabiskan masa untuk dakwah.Tetapi di Markaz Indonesia, semakin tua semakin istirahat, dan katakan yang muda saja yang di depan sebagai penerus generasi tua. Seharusnya semakin tua, semakin semangat tak mau kalah dengan yang muda, dan persiapan menghadapi kematian yang semakin dekat, semakin sungguh-sungguh. Kita lihat dalam kisah sahabat, bagaimana seorang sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam yang bernama Abu Ayuub Al Anshary yang sudah berumur 93 tahun masih ikur berjihat di Turki bersaing dengan anak-anaknya dan akhirnya syahid.

Kenapa Orang Dakwah Ummat Akhir Zaman diperintah Ijtima’i.?

Hampir semua rukun Islam dijalankan secara Ijtima’i. Misalnya shalat diperintah dengan berjama’ah, puasa diperintah berjama’ah dalam bulan Ramadhan, zakat berjama’ah di baitul maal, dan haji diperintah berjama’ah di Makkah dan di bulan haji. Dari ibadah yang ijtima’iyat mustahil untuk mendatangkan ibadah kepada ummat dengan cara sendiri-sendiri (infiradi). Lihatlah keadaan sekarang ketika ummat Islam tidak bersatu dalam dakwah maka ummat Islam dalam keadaan tidak bersatu alias berpecah belah. Mereka ajarkan shalat kepada ummat karena infiradi sehingga hasilnya perpecahan. Tidak heran kalau ada masjid atau mushalla yang jamaah shalatnya sesuai dengan praktek pengamalan feqih ustadznya masing-masing, dan tidak mau datang ke masjid atau mushalla yang berbeda sesuai dengan kefahamannya. Demikian pula, ada ustadznya yang ingin menseragamkan cara shalat, seolah-olah kalau tak sama dengan sang ustadz maka shalatnya salah/bid’ah atau dia bukan golongannya. Misalnya kalau takbiratul ihram tangan tidak diletakkan di dada, maka selain tempat itu salah dan sebagainya. Padahal dalam Fadhail A’mal, Syaikh Zakaria rahimahullah menulis sekiranya orang mau mengerjakan shalat seperti cara Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam niscaya akan dijumpai ada 200 perbedaan pendapat dari takbir hingga salam. Maka hanya dengan dakwah secara ijtima’iyat yang bisa menyatukan ummat akhir zaman di mana saja berada, dengan kesatuan hati, fikir, kerja dan amalan. Dengan kesatuan inilah maka ummat Islam akan dapat mendatangkan pertolongan Allah subhanahu wa ta'ala.

Senin, 02 Mei 2011

Maksud dan Keperluan Hidup Ummat Akhir Zaman

A.      Dalam Al Qur’an disebutkan maksud hidup ummat akhir zaman, pengikut Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam adalah :
1.       Dakwah, sebagaimana dalam QS Yusuf 108.
قُلْ هَـٰذِهِ سَبِيلِي أَدْعُو إِلَى اللَّهِ ۚ عَلَىٰ بَصِيرَةٍ أَنَا وَمَنِ اتَّبَعَنِي ۖ وَسُبْحَانَ اللَّهِ وَمَا أَنَا مِنَ الْمُشْرِكِينَ
Artinya : “Katakanlah: "Inilah jalan (agama) ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujjah yang nyata, Maha Suci Allah, dan aku tiada termasuk orang-orang yang musyrik".
2.       Ibadah, sebagaimana dalam QS Adz Dzariyat 56 :
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ
Artinya : “Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku.".
3.       Khalifat , sebagaimana dalam QS Al Baqarah 30.
وَإِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلَائِكَةِ إِنِّي جَاعِلٌ فِي الْأَرْضِ خَلِيفَةً ۖ قَالُوا أَتَجْعَلُ فِيهَا مَن يُفْسِدُ فِيهَا وَيَسْفِكُ الدِّمَاءَ وَنَحْنُ نُسَبِّحُ بِحَمْدِكَ وَنُقَدِّسُ لَكَ ۖ قَالَ إِنِّي أَعْلَمُ مَا لَا تَعْلَمُونَ
Artinya : “Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi". Mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui".
Ketiga ayat di atas merupakan maksud hidup manusia menurut Al Qur’an. Perbedaan maksud hidup ummat terdahulu dengan ummat akhir zaman terletak dalam usaha dakwah, karena pada ummat terdahulu dan jin juga beribadah, dan ummat terdahulu juga termasuk khalifah.

B. Keperluan hidup ummat akhir zaman

1.       Sandang - Pakaian (malbusan)
2.       Pangan – Makan (ma’kulan)
3.       Rumah
4.       Kendaraan (markuban)
5.       Pernikahan
Perbedaan Orang Beriman dan Orang Kafir dalam Menggunakan Keperluan
Pakaian
Orang kafir menggunakan pakaian hanya sekedar untuk kesehatan dan menarik lawan jenis (pamer), sebagaimana seekor burung merak jantan memamerkan ekornya untuk menarik sang betina. Sedangkan orang beriman menggunakan pakaian untuk :
·         Dakwah, contohnya satu jama’ah menggunakan gamis, sorban, jubah, celana di atas mata kaki berakhlak menampilkan Islam, maka orang yang melihatnya akan dapat hidayah dan teringat dengan kehidupan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.
·         Ibadah, misalnya menggunakan pakaian terbaik untuk pergi ke masjid karena perintah Allah
·         Khalifah, contohnya Hasan bin Ali radhiyallahu anhu menggunakan baju seharga 200 dirham. Melihat ini ada seorang Yahudi protes dan berkata,”Ya Hasan, apakah benar engkau keturunan Muhammad”. Hasan radhiyallahu anhu mengatakan,”Betul, kenapa? Kemudian orang Yahudi menyahut,”Kakek kamu mengatakan dunia adalah penjara bagi orang beriman dan syurga bagi orang kafir, tetapi kenapa sekarang seperti di syurga dan aku dalam keadaan miskin seperti di neraka. Engkau berpakaian mewah sedangkan aku pakaian compang camping.” Hasan bin Ali radhiyallahu anhu menjawab,”Sekiranya engkau tau apa yang akan engkau peroleh nanti di akhirat, pasti engkau tak akan berpakaian lebih buruk dari itu. Sedangkan kalau aku tahu apa yang akan kuperoleh nanti di akhirat niscaya aku akan menggunakan lebih dari ini. Ketahuilah, aku berpakaian bagus seperti ini agar orang miskin tahu bahwa aku orang kaya, sehingga mereka tidak takut minta sedekah padaku.”



Makan.

Orang kafir makan semata-mata untuk kesehatan dan mencari kekuatan badan agar dicapai kesenangan sesuai hawa nafsu. Sedangkan orang beriman, makan sesuai maksud hidupnya, yaitu :
·     Dakwah, contonya sati jama’ah dari Pakistan dikirim ke Prancis. Saat hendak makan tak ada tempat yang leleuasa untuk makan bersama, sehingga mereka makan di pematang dengan nampan berjama’ah. Sewaktu mereka makan, ada satu keluarga Nasrani datang kepada mereka dan bertanya, ”sedang apa kalian duduk bersama-sama?” Mereka menjawab, ”Kami Muslimin sedang makan, kenapa bertanya?” Keluarga Nasrani menjawab, ”Di rumah kami ada cahaya yang terang dan setelah kami melihatnya ternyata berasal dari nampan tempat kalian makan.” Kemudian jama’ah mendakwahi keluarga Nasrani tersebut dan akhirnya masuk Islam. Maka orang beriman, walaupun hanya makan, tapi niatkan untuk hidayah bagi orang lain.
   Cerita lain tentang jama’ah yang sedang silaturrahim/jaulah khususi, disediakan oleh tuan rumah air asin. Amir jama’ah perintah kepada makmurnya/anggotanya agar airnya diminum sampai habis. Saat jama’ah pulang, diceritakan bahwa istrinya berkata pada suaminya dengan penuh ketakutan, ”Tadi saya salah memasukkan garam ke minuman tamu kita, apakah mereka terlihat marah atau ada kesan yang lain?” Suaminya mengatakan, “Tidak! Bahkan mereka asyik minumnya sampai habis.” Istrinya berkata, “kalau begitu ikutlah bersama mereka pak, karena mereka bukan manusia biasa.” Allahu akbar…
·   Ibadat, contohnya di pinggir sungai Jamuna di Hindustan, hiduplah seorang yang dikabarkan dia seorang waliyullah. Saat sungai Jamuna naik dan agak bergelombang, banyak orang yang membawa dagangannya takut untuk menyebrang. Banyak orang mengatakan untuk datang ke waliyullah agar mendo’akannya. Saat orang datang untuk minta do’anya, wali itu mengelak tidak mau berkata apa-apa. Setelah didesak, akhirnya mau juga mengatakan, “katakan saja kepada sungai Jamuna bahwa kami diperintah oleh orang yang tak pernah makan dan tak pernah mendatangi istrinya, agar sungai berhenti bergelombang.” Orang-orang menjalankan apa yang dipedrintah sang wali tersebut, dan dengan idzin Allah, sungai itu tenang berhenti bergelombang/beriak. Istri waliyullah mendengar cerita tersebut, berkata kepada suaminya, “Sungguh engkau telah bohong, bukankah engkau makan setiap hari dan mendatangi aku juga?” Waliyullah itu menjawab, “Aku makan bukan untuk diriku, tapi aku makan karena melaksanakan perintah Allah, dan aku mendatangimu bukan untuk nafsuku, tapi semata-mata untuk menunaikan hak kamu sebagai istri saya.” Jadi sebagai orang yang beriman, maka kalau mau makan niat karena melaksanakan perintah Allah agar kuat ibadah, bukan karena tuntutan hawa nafsu. Sebagaimana ayat Al Qur’an, “Kuluu wasyrabuu…artinya makan dan minumlah kalian…
·        Khalifah, niat makan agar kita bisa berkhitmat kepada manusia yang lain, sebagaimana hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, “Memindahkan air dari embermu ke ember saudaramu, maka dihitung sedekah.” Ada hadits lain mengatakan, “Mengangkat barang saudaramu ke punggung untanya, maka dihitung sedekah.”

Rumah. 
Orang kafir membuat dan memakmurkan rumahnya untuk mengumpulkan barang-barang perhiasan dunia, semata-mata tempat berlindung dari panas, dingin dan hujan dan untuk kemewahan hidup, karena standar kesuksesan hidup bagi orang kafir adalah kemewahan. Sedangkan bagi orang yang beriman, rumah dibuat untuk ;

·         Dakwah, misalnya untuk menerima jama’ah masturah dan mendakwahi para tamu yang masuk ke rumah kita, dengan banyak mudzakarah kebesaran Allah, pentingnya amal agama dan mencontoh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.
·         Ibadah, dimana Rasulullah memerintahkan agar rumah kita bercahaya bagi penduduk langit, jangan rumah kita seperti kuburan, tidak ada amalan yang bercahaya, maka rumah harus diisi dengan ta’lim, shalat sunnah, baca qur’an dan dzikir.
·         Khalifah, misalnya Nabi Ibrahim ‘alaihis salam selalu mencari orang lain untuk makan bersama di rumahnya. Demikian pula Al Mushtafa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, menganjurkan agar selalu berkhitmat kepada para tamu di rumah-rumah mereka.
Kendaraan
Orang kafir menggunakan kendaraan untuk pamer dan memudahkan hajat dunia mereka bahkan tak jarang juga untuk maksiat. Sedangkan orang beriman, menggunakan kendaraannya untuk :
·         Dakwah, sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bahwa barangsiapa yang memelihara kuda buat fi sabilillah, maka makannya, kotorannya dan kencingnya dihitung kebaikan. Maka kendaraan motor atau mobil yang digunakan fi sabilillah, maka semua yang dikeluarkan termasuk bensinnya dihitung kebaikan.
·         Ibadah, sebagaimana mafhum hadits, “Ada tiga akibat yang akan diperoleh oleh orang yang memiliki kendaraan, yaitu 1. Masuk syurga karena digunakan untuk ibadah, 2. Tak mendapatkan apa-apa karena hanya untuk urusan dunia semata, dan 3. Masuk neraka karena menggunakan kendaraan untuk maksiat.
·         Khalifah, misalnya kendaraan digunakan untuk mengantar jama’ah dakwah, menolong tetangga yang sakit atau kematian dan menunnaikan hajat-hajat makhluk.
Pernikahan
Orang kafir menikah untuk semata-mata nafsu dan keturunan, sedangkan orang beriman menikah untuk
·         Dakwah, misalnya keluar masturah bersama istri dan menjadikan istrinya sebagai da’iyah. Karena wanita lebih banyak dari laki-laki sehingga jika wanita tidak dibawa dakwah, maka agama hanya sampai di pintu rumah saja, tetapi jika wanita berdakwah, maka agama akan masuk ke dalam rumah bahkan masuk ke dapur-dapur semua orang.
·         Ibadah, sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, “2 rakaat bagi orang yang sudah menikah sama dengan  70 rakaat yang belum menikah.” Jadi wanita mempercepat laki-laki menjadi 35 kali lebih cepat kepada Allah.
·         Khalifah, dimana dengan menikah kita bisa berkhidmat kepada orang di rumah kita, karena ada istri yang memasakkan makanan.

Sabtu, 30 April 2011

Senjata Ummat Akhir Zaman adalah Dakwah dan do’a

Sebagaimana orang kafir punya 2 senjata yaitu jumlah personel yang banyak dan teknologi-ekonomi yang kuat, sehingga bisa membuat senjata perang yang canggih, tetapi ummat akhir zaman (orang beriman) juga punya 2 senjata, yaitu dakwah dan do’a.

يَا أَيُّهَا الْمُدَّثِّرُ قُمْ فَأَنذِرْ  وَرَبَّكَ فَكَبِّرْ وَثِيَابَكَ فَطَهِّرْ وَالرُّجْزَ فَاهْجُرْ وَلَا تَمْنُن تَسْتَكْثِرُ
Artinya : “Hai orang yang berkemul (berselimut), bangunlah, lalu berilah peringatan! dan Tuhanmu agungkanlah, dan pakaianmu bersihkanlah, dan perbuatan dosa (menyembah berhala) tinggalkanlah, dan janganlah kamu memberi (dengan maksud) memperoleh (balasan) yang lebih banyak..” (QS Al Muddatstsir 1-6)
Para masyaikh memberitahu muddatstsir adalah selimut siang hari, sehingga para sahabat diperintah oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam untuk bangkit membatu berdakwah pada siang hari. Pada ayat yang lain Allah berfirman :
يَا أَيُّهَا الْمُزَّمِّلُ قُمِ اللَّيْلَ إِلَّا قَلِيلًا  نِّصْفَهُ أَوِ انقُصْ مِنْهُ قَلِيلًا أَوْ زِدْ عَلَيْهِ وَرَتِّلِ الْقُرْآنَ تَرْتِيلًا

Artinya : Hai orang yang berselimut (Muhammad), bangunlah (untuk sembahyang) di malam hari kecuali sedikit (daripadanya), (yaitu) seperduanya atau kurangilah dari seperdua itu sedikit, atau lebih dari seperdua itu. Dan bacalah Al Qur'an itu dengan perlahan-lahan..” (QS Al Muzzammil 1-4)
Muzzammil artinya berselimut malam hari, dimana pada malam hari para sahabat diperintah oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam untuk melaksanakan shalatul lail/shalat tahajjud.
Para masyaikh memberitahu kita bahwa Rasulullah, para sahabat dan juga kita sebagai ummat akhir zaman sebagai penerus kerja Nabi yaitu usaha agama/usaha dakwah, bagaimana pada siang hari berdakwah membawa manusia secara lahir (langsung menjumpai manusia) kepada Allah dan pada malam hari menarik manusia secara bathin kepada Allah (melalui permohonan) atau membawa kasih sayang/rahmat Allah kepada manusia.
Dakwah dan do’a (tahajjud) ibarat peluru dan senjata. Orang yang hanya berdakwah mengajak manusia untuk taat, tunduk, dan patuh kepada Allah; mengajak bahwa yang berhak untuk disembah hanyalah Allah; dan bahwa Allah menjadikan manusia hanya untuk ibadah kepada Allah, akan tetapi pada malam hari tidak melaksanakan shalat tahajjud, tidak mau memohon dan merayu Allah agar memberikan hidayah/petunjuk kepada orang yang telah didatangi untuk didakwahi pada siang harinya dan memohon hidayah bagi seluruh manusia, maka bagaikan orang yang ada senjata (karena telah dakwah pada siang harinya) tetapi tidak punya peluru (karena tidak shalat tahajjud dan memohon hidayah bagi orang yang didakwahi dan memohon hidayah bagi seluruh manusia). Sebaliknya orang yang melaksanakan shalat tahajjud tapi tidak berdakwah bagaikan orang yang tidak ada senjata tetapi mempunyai peluru.
Seluruh Nabi-nabi melaksanakan dua perkara tersebut, sehingga selalu mendapatkan pertolongan Allah subhanahu wa ta’ala. Siang harinya mereka berdakwah jumpa manusia dan malam harinya shalat tahajjud dan memohon hidayah untuk ummatnya. Demikian pula ummat akhir zaman ini, dimana setelah kewafatan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, Allah tidak mungkin mengutus lagi Nabi dan Rasul, karena Nabi Muhammad adalah Nabi dan Rasul yang terakhir. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam paham bahwa setelah setelah kewafatannya, Allah tidak mengutus lagi Nabi dan Rasul, beliau berupaya memberi contoh kepada para sahabatnya bagaimana usaha hidayah harus terus berlangsung sampai hari kiamat dan beliau telah sukses menjadikan seluruh sahabatnya sebagai da’i-da’inya Allah dan sebagian besar malam harinya untuk bermunajat, merengek-rengek, menangis di hadapan Allah memohon hidayah untuk manusia. Allah telah menerima usaha para sahabat dan memberikan pertolonganNya sehingga zaman sahabat dijadikan oleh Allah sebagai Khalifah di muka bumi, menguasai 2/3 dunia. Allah telah memberikan contoh sampai hari kiamat bahwa ummat akhir zaman ini akan sukses dan menjadi khalifah dimuka bumi, jika ummat ini usahanya sama seperti para sahabat radhiyallahu anhum ajma’in, punya 2 senjata yaitu dakwah dan do’a. Jika ummat akhir zaman ini meninggalkan dakwah, maka bagaimana mungkin bisa mengalahkan orang kafir?
Syaikh Bahawalpur mengatakan janganlah kamu berperang dengan orang kafir sebelum dakwah kepada mereka, karena kamu akan dipentungi mereka. Dengan dakwah akan mendatangkan perolongan Allah (nushratullah), karena pertolongan Allah datang bukan dalam peperangan, tetapi karena berdakwah menolong agama Allah atau meninggikan kalimah Allah. Jangan sampai salah paham, bahwa perang bukan tujuan tetapi merupakan efek dari dakwah. Jika ummat ketika melaksanakan dakwah Islamiyah ditolak, dihalangi, diterror, dimusuhi dan sebagainya maka langkah terakhir adalah perang.
Dakwah dikatakan sebagai senjata bagi para nabi dan ummat akhir zaman dan shalat tahajjud sebagai pelurunya. Jika senjata yang akan digunakan ada peluru di dalamnya, maka senjata itu akan bermanfaat bisa membunuh musuh. Senjata yang tidak ada pelurunya, bagaimana bisa digunakan? Demikian pula jika ada peluru tetapi tidak ada senjatanya, maka peluru tersebut kurang atau tidak ada manfaatnya, bahkan sulit walaupun hanya untuk membunuh seekor tikus. Penggunaan senjata yang ada pelurunya akan tepat mengenai sasaran jika betul dan mahir cara penggunaanya. Jika ummat akhir zaman menjadikan dakwah sebagai maksud hidup, tertib dalam dakwah, istiqomah dalam dakwah dan korban untuk dakwah dan malam harinya bersungguh-sungguh do’a untuk hidayah, maka pasti dan pasti sesuai janjinya, Allah akan memberikan pertolongan kepada ummat Islam dan akan dilantik menjadi Khalifah di muka bumi.
Para masyaikh mengatakan bahwa dakwah yang dilakukan siang hari, baru usaha hidayah 10 %, sedangkan yang 90 % nya dengan shalat tahajjud dan do’a hidayah pada malam hari. 

Jumat, 29 April 2011

Sejarah Kota Mekkah

Pada saat Nabi Ibrahim ‘alaihis salam diperintah untuk berdakwah kepada ummatnya, maka istrinya yaitu Siti Hajar diperintah untuk tinggal di sekitar lembah Mekkah, dimana saat itu tidak ada asbab kehidupan (tidak ada pohon tempat berlindung, tidak ada manusia sebagai tetangga, dan tidak ada sumber air) dan yang ada hanyalah asbab kematian. Seorang alim mengatakan bahwa di sekitar Ka’bah tidak ada manusia yang mau tinggal bahkan jin tidak mau hidup disana. Hal ini menunjukkan bahwa di tempat itu betul-betul sulit untuk bisa bertahan hidup.
Pada masa yang lain, ada dua Kerajaan besar di dunia pada waktu yaitu Romawi dan Parsi, tetapi tidak satupun dari keduanya yang mau menjajah Mekkah. Hal ini karena tempatnya gersang tidak banyak menghasilkan faedah dan daerahnya panas dan tandus sehingga sulit untuk transportasi. Sebelum Rasulullah lahir, Raja Habasyah ingin memindahkan Ka’bah ke Yaman dengan tentara sebanyak 3000 dengan berkendaraan gajah, karena menganggap Mekkah tak punya penghasilan sedangkan Yaman pada saat itu merupakan negeri yang kaya dan melimpah.
Sedangkan orang-orang yang hidup di sekitar Mekkah, yaitu kaum Quraisy, cara mereka mencari rizki harus pergi 6 bulan ke Yaman pad musim dingin dan 6 bulan ke Syam pada musim panas. Sebagaimana firman Allah dalam QS Al Quraisy ayat 1 -4 :
 لِإِيلَافِ قُرَيْشٍ إِيلَافِهِمْ رِحْلَةَ الشِّتَاءِ وَالصَّيْفِ فَلْيَعْبُدُوا رَبَّ هَـٰذَا الْبَيْتِ الَّذِي أَطْعَمَهُم مِّن جُوعٍ وَآمَنَهُم مِّنْ خَوْفٍ
Artinya : Karena kebiasaan orang-orang Quraisy, (yaitu) kebiasaan mereka bepergian pada musim dingin dan musim panas. Maka hendaklah mereka menyembah Tuhan Pemilik rumah ini (Ka'bah). Yang telah memberi makanan kepada mereka untuk menghilangkan lapar dan mengamankan mereka dari ketakutan.”
Orang Quraisy biasa mengadakan perjalanan terutama untuk berdagang ke Syam pada musim panas dan Ke Yaman pada musim dingin. Dalam perjalanan itu mereka mendapat jaminan keamanan dari penguasa negeri-negeri yang dilaluinya. Ini adalah merupakan suatu nikmat yang besar dari Allah subhanahu wa ta’ala. Oleh karena itu sudah sewajarnya mereka menyembah Allah, yang telah banyak memberikan nikmat kepada mereka.
Para masyaikh memberitahu bukan bangunan Ka’bah yang menjadikan keberkahan, tetapi amalan di di Masjidil Haram (Ka’bah) yang menjadikan keberkahan, sebagaimana do’a Nabi Ibrahim ‘alaihis salam setelah selesainya membangun Ka’bah :
رَبَّنَا وَابْعَثْ فِيهِمْ رَسُولًا مِّنْهُمْ يَتْلُو عَلَيْهِمْ آيَاتِكَ وَيُعَلِّمُهُمُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَيُزَكِّيهِمْ ۚ إِنَّكَ أَنتَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ
Artinya : “Ya Tuhan kami, utuslah untuk mereka seorang Rasul dari kalangan mereka, yang akan membacakan kepada mereka ayat-ayat Engkau, dan mengajarkan kepada mereka Al Kitab (Al Qur'an) dan Al-Hikmah (As-Sunnah) serta mensucikan mereka. Sesungguhnya Engkaulah yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.(QS Al Baqarah 129)
Dari ayat ini amalan yang diminta oleh Nabi Ibrahim ‘alaihis salam dalam do’anya setelah selesai membangun Ka’bah untuk menjadi amalan di Masjidil Haram adalah “yang akan membacakan kepada mereka ayat-ayat Engkau” maksudnya dakwah; “mengajarkan kepada mereka Al Kitab (Al Qur'an) dan Al-Hikmah (As-Sunnah)” maksudnya ta’lim wa ta’alum; mensucikan mereka maksudnya ibadah dan khidmat.
Jadi amalan yang diminta Nabi Ibrahim ‘alaihis salam ada empat yaitu :  
1.       Dakwah
2.       Ta’lim wa ta’alum
3.       Dzikir Ibadah
4.        Khidmat
Keempat amalan inilah yang dilakukan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ketika diangkat menjadi Nabi dan Rasul, tetapi kaum kafir Quraisy mengusirnya keluar dari Makkah menuju Madinah. Sesampainya di Madinah Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bukan fikir untuk membangun rumah atau pasar, tetapi membangun masjid. Bangunannya tidak beitu bagus sampai-sampai ada orang Badui yang kencing di dalam Masjid. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menghidupkan empat amalan masjid, yaitu dakwah, ta’lim wa ta’alum, dzikir ibadah dan khidmat, sehingga keberkahan mulai tampak pada penduduk Madinah.
Dahulunya penduduk Madinah berhutang kepada orang Yahudi, tetapi setelah tahun keenam Hijriyah, orang Yahudi dijatuhkan/dikalahkan dalam Perang Khaibar, sehingga harta-harta mereka orang Yahudi menjadi milik orang Islam di Madinah. Sebelum jatuhnya benteng Khaibar, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam khutbah Jum’at dan bersabda : “Mandi Juma’at wajib bagi orang yang sudah bermimpi (baligh). Maka sahabat cepat mandi setelah bekerja di kebun dan pasar. Para sahabat tak punya budak (pembantu) untuk mengerjakan pekerjaannya, sehingga mereka mengerjakan sendiri pekerjaannya dan badan mereka menjadi bau keringat. Apalagi masjid Nabi kecil, pendek, sumpek, panas, tetapi setelah kemenangan perang Khaibar, para sahabat mulai punya budak untuk mengerjakan pekerjaannya, sehingga badannya tidak bau lagi, maka berwudhu’ pada hari jum’at sudai memadai. Inilah keberkahan, tanpa usaha dunia dengan susah payah, dunia datang pada para sahabat, sehingga 60% harta orang Yahudi menjadi milik sahabat, sedangkan 40% masih menjadi milik orang Yahudi, karena semuanya dikerjakan oleh orang Yahudi. Kebunnya milik orang yahudi dan tenaganya juga orang Yahudi.
Setelah Pembukaan kota Mekkah, empat amalan ini oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dibawa ke Mekkah dan menghidupkan empat amalan ini di Masjidil Haram. Hidupnya empat amalan ini menyebabkan di Mekkah mulai ada keberkahan dan terus terjadi sampai sekarang. Apa saja ada di Mekkah, mulai dari makanan, buah-buahan, pakaian dan kemewahan ada di Mekkah, walaupun semuanya bukan dihasilkan dari penduduk Mekkah. Dan banyak orang juga mencari pekerjaan di Mekkah.
Jadi keberkahan bukan dari bangunan, tetapi dari amalan masjid dan ada hubungannya dengan masjid. Oleh karena itu ummat akhir zaman akan selalu mendapat keberkahan, manakala ada hubungannya dengan masjid dan amalan masjid. Keberkahan bukan karena usaha atas benda-benda. Sejauh mana ada usaha atas masjid dan amalan masjid, maka sejauh itu pulalah pertolongan Allah (nushratullah) akan datang kepada ummat akhir zaman. Keberkahan akan selalu tercurah dari Allah subhanahu wa ta’ala kepada penduduk suatu kampong jika empat amalan ini ada pada masjidnya. Diluar itu tidak ada kejayaan dan keberkahan. Walaupun menguasai politik, namun jika jauh dari empat amalan masjid maka akan ada kehancuran.

Keberkahan Hidup Ummat Akhir Zaman.

Allah berfirman :
إِنَّ أَوَّلَ بَيْتٍ وُضِعَ لِلنَّاسِ لَلَّذِي بِبَكَّةَ مُبَارَكًا وَهُدًى لِّلْعَالَمِينَ
Artinya : Sesungguhnya rumah yang mula-mula dibangun untuk (tempat beribadat) manusia, ialah Baitullah yang di Bakkah (Mekah) yang diberkahi dan menjadi petunjuk bagi semua manusia.(QS Ali Imran 96).
Sebelum adanya bangunan atau rumah di dunia ini, maka pertama kali Allah melalui Malaikat Jibril ‘alaihis salam membangun Masjid/Ka’bah. Tujuan dibangunnya Ka’bah adalah :
1.       Sebagai tempat ibadah bagi manusia
2.       Sebagai sumber keberkahan bagi manusia
3.       Sebagai sumber hidayah begi seluruh alam
Keberkahan erat hubungannya dengan masjid dan erat pula hubungannya dengan hidayah. Orang yang hidupnya berkah adalah orang yang mendapat hidayah atau sebaliknya bahwa orang yang mendapat hidayah pasti hidupnya diberkahi oleh Allah. Mustahil hidup seseorang akan berkah jika tidak mendapat hidayah atau tak ada hubungannya dengan masjid. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengajarkan kepada ummat akhir zaman, bagaimana cara mencari keberkahan dalam hidup. Perbedaan rizki orang kafir dan orang beriman berbeda. Orang kafir mencari rizki sebanyak-banyaknya/kwantitas, sedangkan orang beriman mencari rizki secara kualitas yaitu yang mendatangkan keberkahan. Suatu rizki dikatakan berkah jika mencukupi dalam kehidupannya, digunakan untuk taat/ibadah kepada Allah dan memberikan manfaat kepada orang lain. Usahanya orang beriman dan orang kafir berbeda. Jika orang kafir menambah waktu, tenaga, modal, fikir dan sebagainya dalam rangka untuk menambah rizkinya, tetapi orang beriman disamping bekerja mencari rizki juga memperbaiki amalan masjid untuk mendatangkan keberkahan. 

Nabi Adam ‘alaihis salam dan Ummat Akhir Zaman.

Nabi Adam ‘alaihis salam iri dengan ummat akhir zaman karena 4 perkara :
1.       Aku berdosa sekali di syurga dan aku dikeluarkan dari syurga, sedangkan ummat akhir zaman melakukan dosa setiap saat, tetapi jika ia bertaubat dari dosanya ia akan kembali masuk syurga.
2.       Aku berdosa sekali menyebabkan pakaianku lepas dan bertelanjang, sedangkan ummat akhir zaman berdosa setiap saat tetapi tetap diberi pakaian oleh Allah.
3.       Aku berdosa sekali maka aku dipisahkan dari istriku, sedangkan ummat akhir zaman berdosa setiap saat tetapi tetap tidur setiap saat bersama istrinya.
4.       Aku berdosa sekali maka 40 tahun aku bertaubat memohon ampun kepada Allah di depan Ka’bah baru diterima taubatku, sedangkan ummat akhir zaman melakukan dosa setiap saat, tetapi dengan istighfar mereka langsung diampuni oleh Allah.

Rabu, 27 April 2011

Ummat Akhir Zaman

Ummat akhir zaman adalah ummat dakwah, sebagaimana Allah berfirman kepada Nabi Isa alahis salam dalam hadits qudsi : ”Ya Isa, sesungguhnya aku akan mengutus sesudahmu suatu ummat yang jika mengenai kepada mereka apa yang mereka suka, maka mereka akan memuji dan bersyukur; tetapi jika mengenai pada mereka apa yang mereka benci, maka mereka bersabar dan berihtisab. Mereka tak ada ilmu (bodoh) dan mereka tak ada kelembutan (kasar). Maka Nabi Isa heran dan bertanya,”Ya Allah, bagaimana ummat yang diutus (penerus kerja Nabi-nabi) orangnya bodoh dan kasar?” Maka Allah berfirman,”Aku yang akan memberikan ilmuKu dan kelembutanKu.”
Jadi ummat akhir zaman ini dihantar bukan semata-mata hanya untuk ibadah saja kepada Allah sebagaimana ummat terdahulu, tetapi ummat akhir zaman ini punya tugas sebagaimana tugas nabi-nabi yaitu buat kerja dakwah. Kalau ummat ini mengerjakan tugasnya sebagai da’i maka Allah akan memberikan dua perkara, yaitu ilmuNya (ilm) dan kelembutanNya (hilm).

Sebagaimana kita ketahui bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dilahirkan pada zaman jahiliyah, yaitu pada zamannya orang yang bodoh-bodoh dan kasar-kasar, sehingga suka bertengkar dan berperang. Masalah sepele dan remeh menjadikan mereka waktu itu suka berperang antar suku dan kabilah. Permusuhan diantara mereka bukan hanya satu dua tahun, tetapi puluhan bahkan ratusan tahun. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam diutus kepada mereka, dan Rasulullah membentuk mereka dengan usaha dakwah, dan akhirnya Allah subhanahu wa ta’ala telah merubah dan memperbaiki kehidupan mereka. Mereka para sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam yang awalnya adalah orang yang bodoh lagi kasar, telah dirubah oleh Allah menjadi orang yang mulia dan diridhoiNya, yang dijanjikan dengan surga yang penuh dengan kenikmatan. Untuk menjadikan agar ummat ini mulia dan diridhoi Allah sampai hari kiamat, tidak ada jalan lain kecuali meniru mereka yang telah sukses yaitu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan para Sahabat raadhiyallahu anhum, dengan buat usaha dakwah.

Jadi perbaikan ummat hanya ada dalam kerja dakwah, sebagaimana firman Allah :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ ۗ وَمَن يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا
Artinya : Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan katakanlah perkataan yang benar, niscaya Allah memperbaiki bagimu amalan-amalanmu dan mengampuni bagimu dosa-dosamu. Dan barangsiapa menta'ati Allah dan Rasul-Nya, maka sesungguhnya ia telah mendapat kemenangan yang besar. (QS Al Ahzab 70-71)
Kata Quuluu : katakanlah/ucapkanlah, maksudnya mengucapkan di depan manusia atau dakwahkan. Setelah dakwah barulah akan ada perbaikan amal. Jika terjadi perbaikan amal, maka secara otomatis terjadi perbaikan iman, karena iman dan amal merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Di dalam Al Qur’an sering dijumpai  الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ : orang yang beriman dan beramal shaleh. Amal shaleh selalu dirangkaikan dengan iman. Iman dan amal shaleh ibarat gula dengan manis, dimana semakin banyak gulanya akan semakin manis rasanya. Demikian pula semakin tinggi dan sempurna iman seseorang, maka semakin banyak dan sempurna amal shalehnya.

Ummat akhir zaman adalah ummat yang ke 70 dan sudah berlalu 69 ummat yang telah dihancurkan oleh Allah, karena usaha dakwah. Sudah menjadi sunnatullah bahwa jika dakwah telah datang pada ummat, maka yang menerima dakwah akan dimuliakan dan yang menolak dakwah akan dihancurkan. Pada ummat terdahulu yang berdakwah adalah Nabinya dan ummatnya hanya ibadah kepada Allah. Sedangkan pada ummat akhir zaman, Allah telah mengutus Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Allah telah memberikan tugas kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam agar membawa agama yang sempurna dan menjadikan seluruh sahabat sebagai da’i, meneruskan kerja Nabi-nabi. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dalam waktu yang sangat singkat, selama 22 tahun 2 bulan dan 22 hari telah mampu mengamalkan agama secara sempurna dan sebelum wafatnya beliau shallallahu ‘alaihi wasallam berpesan kepada seluruh sahabat agar menyampaikan agama kepada yang tidak hadir dan generasi berikutnya. Allah telah memberikan Surat Keputusan (SK) melalui firmanNya dalam QS Yusuf ayat 108 :

قُلْ هَـٰذِهِ سَبِيلِي أَدْعُو إِلَى اللَّهِ ۚ عَلَىٰ بَصِيرَةٍ أَنَا وَمَنِ اتَّبَعَنِي ۖ وَسُبْحَانَ اللَّهِ وَمَا أَنَا مِنَ الْمُشْرِكِينَ
Artinya : Katakanlah: "Inilah jalan (agama) ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujjah yang nyata, Maha Suci Allah, dan aku tiada termasuk orang-orang yang musyrik".
Kalau ummat terdahulu jika ingin buat dakwah melalui permintaan Nabinya, sebagaimana Nabi Musa alaihis salam ketika meminta Nabi Harun álaihis salam menemaninya berdakwah. Permintaan Nabi Musa alaihis salam  diterima oleh Allah subhanahu wa ta’ala, tetapi Allah mengungkit-ungkit masa lalu Nabi Musa alahis salam, untuk mengingatkan siapa sebenarnya Nabi Musa alaihis salam. Allah memberitahu bahwa Nabi Musa alaihis salam telah diberi nikmat yang banyak, sebagaimana firman Allah dalam QS Thaha ayat 39 :
Artinya : “Sesungguhnya telah diperkenankan permintaanmu, wahai Musa. Dan sesungguhnya Kami telah member nikmat kepadamu pada kali yang lain, yaitu ketika kami mengilhamkan kepada ibumu suatu yang diilhamkan. Yaitu ‘letakkanlah ia (Musa) di dalam peti, kemudian lemparkanlah ia ke Sungai (Nil), maka pasti sungai itu akan membawanya ke tepi, supaya diambil oleh musuhKu dan musuhnya (Fir’aun). Dan aku tidak melimpahkan kepadamu kasih sayang yang datang dari Ku dan suapaya kamu diasuh di bawah pengwasan Ku.”
Nabi Isa alahis salam ketika mengangkat Hawariyyin jadi da’i, beliau alaihis salam meminta terlebih dahulu kepada Hawariyyin ‘Man anshary ilallah? Artinya siapa yang mau menolong saya (untuk menegakkan agama) Allah ? Maka Hawariyyin menjawab : “Kami yang akan menolong (agama) Allah.” Jadi Hawariyyin diangkat menjadi da’i atas permintaan Nabi Isa  alaihis salam.  Hal ini dijelaskan oleh Allah dalam QS Ali Imram ayat 52 :
 فَلَمَّا أَحَسَّ عِيسَىٰ مِنْهُمُ الْكُفْرَ قَالَ مَنْ أَنصَارِي إِلَى اللَّهِ ۖ قَالَ الْحَوَارِيُّونَ نَحْنُ أَنصَارُ اللَّهِ آمَنَّا بِاللَّهِ وَاشْهَدْ بِأَنَّا مُسْلِمُونَ
Artinya : “Maka tatkala 'Isa mengetahui keingkaran mereka (Bani Israil) berkatalah dia: "Siapakah yang akan menjadi penolong-penolongku untuk (menegakkan agama) Allah?" Para hawariyyin (sahabat-sahabat setia) menjawab: "Kamilah penolong-penolong (agama) Allah. Kami beriman kepada Allah; dan saksikanlah bahwa sesungguhnya kami adalah orang-orang yang berserah diri."
Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam diangkat menjadi Nabi dan Rasul ketika berumur 40 tahun. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mendapat tarbiyah dari Allah sebelum beliau diangkat menjadi Nabi dan Rasul. Bahkan semua Nabi-nabi di tarbiyah oleh Allah subhanahu wa ta’ala,  baru kemudian diangkat menjadi Nabi atau Da'i.

Tarbiyah Allah kepada Nabi Yusuf alahis salam

Nabi Yusuf alaihis salam mendapat tarbiyah dari Allah dengan dipisahkan dari ayahnya yang seorang Nabi dan yang memberikan kasih sayang penuh kepadanya. Allah menghendaki agar Yusuf alaihis salam lepas dari penjagaan semua makhluk dan hanya bergantung kepada Allah subhanahu wa ta’ala saja. Saudaranya ditumbuhkan rasa hasad/dengki kepada Yusuf alaihis salam dan membuangnya ke dalam sumur sehingga beliau alaihis salam seorang diri. Allah menghantar Malaikat yang berada di langit ke empat untuk menunjukkan kepada Nabi Yusuf alaihis salam akan kehebatan Allah. Ketika Nabi Yusuf alaihis salam seorang diri barulah bergantung kepada Allah subhanahu wa ta’ala saja. Kemudian Nabi Yusuf alaihis salam dijual dipasar, dibeli oleh Kerajaan, tinggal di istana dan mulailah datang kesenangan. Allah menghendaki agar Nabi Yusuf alaihis salam lepas dari kesenangan, sehingga Allah datangkan fitnah dari Zulaikha, istri dan Raja Azis yang menggodanya, yang akhirnya Nabi Yusuf alaihis salam dipenjara selama 2 tahun.
Di dalam penjara Nabi Yusuf alaihis salam tawajjuh kepada teman di penjara, ketika temannya hendak keluar penjara, dengan menitipkan pesan agar temannya itu menyebut namanya kepada Raja Mesir pada saat itu bahwa Nabi Yusuf alaihis salam yang ada dalam penjara tahu tafsir mimpi. Karena Nabi Yusuf alaihis salam tidak bertawajjuh kepada Allah yang bisa mengeluarkannya dari penjara, maka temannya yang telah berada di luar dilupakan syetan untuk bicara kepada Raja. Akhirnya Nabi Yusuf alaihis salam ditambah hukumannya menjadi 9 tahun.

Tarbiyah Allah kepada Nabi Musa alahis salam
Nabi Musa alahis salam berada dalam istana Fir’aun dan dalam perlindungan Fir’aun, namun Allah menghendaki Nabi Musa alahis salam agar lepas dari semua itu. Tatkala Nabi Musa alahis salam memisahkan perkelahian antara orang Kibti dan seorang lagi dari Bani Israil, tanpa disengaja  Nabi Musa alahis salam telah membunuh orang Kibti, sehingga Nabi Musa alahis salam lari dari Mesir, pergi ke Madyan menjadi pembantu Nabi Su’aib alahis salam. Selepas 10 tahun Nabi Musa alahis salam kembali ke Mesir karena kangen dengan keluarganya, tetapi dalam perjalanan pulang, Allah subhanahu wa ta’ala melantik Nabi Musa alahis salam  sebagai Nabi atau da’i untuk buat usaha dakwah kapada Fir’aun dan Bani Israil.
Sebelum diangkat menjadi Nabi, Allah subhanahu wa ta’ala mentarbiyah Nabi Musa alahis salam. Allah bertanya :
وَمَا تِلْكَ بِيَمِينِكَ يَا مُوسَىٰ
Artinya : Apakah itu yang di tangan kananmu, hai Musa?(QS Thaha 17)
قَالَ هِيَ عَصَايَ أَتَوَكَّأُ عَلَيْهَا وَأَهُشُّ بِهَا عَلَىٰ غَنَمِي وَلِيَ فِيهَا مَآرِبُ أُخْرَىٰ وَمَا تِلْكَ بِيَمِينِكَ يَا مُوسَىٰ
Artinya : “Berkata Musa: "Ini adalah tongkatku, aku bertelekan padanya, dan aku pukul (daun) dengannya untuk kambingku, dan bagiku ada lagi keperluan yang lain padanya". (QS Thaha 18)
Lihatlah bagaimana jawaban Nabi Musa alahis salam yang menunjukkan yakin kepada tongkatnya bahwa tongkat itu baginya ada banyak kegunaan/manfaat. Kemudian Allah berfirman :
قَالَ أَلْقِهَا يَا مُوسَىٰ
Artinya : Allah berfirman: "Lemparkanlah ia, hai Musa!" (QS Thaha 19)
Allah perintahkan kepada Nabi Musa alahis salam untuk melemparkan tongkatnya dan berubahlah tongkat itu menjadi ular yang besar yang bergerak dengan cepat, sehingga Nabi Musa alahis salam lari ketakutan. Sebenarnya Allah ingin memperlihatkan bahwa tongkat yang sebelumnya menurut Nabi Musa alahis salam merasa membawa manfaat, oleh Allah dirubah menjadi membawa mudharat yaitu berubah menjadi ular yang mengejar Nabi Musa alahis salam.
فَأَلْقَاهَا فَإِذَا هِيَ حَيَّةٌ تَسْعَىٰ قَالَ خُذْهَا وَلَا تَخَفْ ۖ سَنُعِيدُهَا سِيرَتَهَا الْأُولَىٰ


Artinya : Lalu dilemparkannyalah tongkat itu, maka tiba-tiba ia menjadi seekor ular yang merayap dengan cepat. Allah berfirman: "Peganglah ia dan jangan takut, Kami akan mengembalikannya kepada keadaannya semula.” (QS Thaha 20-21)
Setelah itu Allah memerintahkan Nabi Musa alahis salam untuk memegang kembali kepala ular itu dengan tangannya, maka berubahlah ular itu menjadi tongkat kembali. Barang yang tadinya mudharat telah berubah lagi menjadi manfaat. Hal ini untuk mentarbiyah Nabi Musa alahis salam bahwa manfaat dan mudharat datang bukan karena benda-benda, tetapi semuanya datang dari allah subhanahu wa ta’ala.
Ketika Nabi Musa alahis salam dikejar Fir’aun, di depannya lautan dan dibelakangnya tentara Fir’aun. Sedangkan semua pengikutnya dari Bani Israil merasa putus asa dan memastikan binasa, tetapi Nabi Musa alahis salam mengatakan : “Tidak ! Tuhanku bersamaku dan akan menunjuki aku….!”



Tarbiyah Allah kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alahi wasallam

Ketika Nabi Muhammad shallallahu ‘alahi wasallam masih di kandungan ibunya, ayah tercinta meninggal dunia, beberapa tahun kemudian ibunya juga meninggal dunia. Tempat berlindung pindah ke kakeknya, tetapi kakeknya juga meninggal dunia. Kemudian pamannya, Abu Thalib sangat menyayangi dan melindungi beliau shallallahu ‘alahi wasallam,  namun tidak berapa lama pamannya juga meninggal dunia. Tidak ada lagi sandaran kecuali hanya kepada Allah subhanahu wa ta’ala. Semua tarbiyah Allah kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alahi wasallam, agar yakin 100 % hanya kepada Allah. Tarbiyah Allah kepada semua Nabi-nabi adalah agar hari demi hari iman mereka semakin meningkat.